Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ecopreneurship Menjadi Alternatif Pemberdayaan Ekonomi bagi Perempuan

Ecopreneurship


Ecopreneurship Permasalahan lingkungan yang masih mendominasi di dunia adalah sampah.  Masih ada negara-negara yang belum maksimal dalam mengelola sampah.  Baik sampah berupa limbah rumah tangga maupun industri. Negara-negara maju dengan kecanggihan teknologi sudah lebih dulu berusaha mengelola sampah agar tidak dominan mencemari lingkungan. Termasuk mendaur ulang sampah tersebut menjadi bahan baku yang kemudian diolah kembali menjadi berbagai macam produk, salah satunya  yaitu berupa kerajinan tangan.

Pemberdayaan ekonomi berwawasan lingkungan pun akhirnya menjadi alternatif sebagai lahan profit baik bagi individu maupun masyarakat dan di satu sisi dianggap bermanfaat karena menjaga lingkungan dari pencemaran. Bisnis berwawasan lingkungan ini dinamakan ecopreneurship dan pelakunya adalah ecopreneur. Sedangkan bisnis berwawasan lingkungan tapi juga memberdayakan masyarakat yang ada dinamakan ecosociopreneurship. 

Di Indonesia, seorang Vania Santoso woman ecopreneur dengan HeySTARTIC yaitu UMKM yang mendaur ulang sak semen. Ia aktif dalam gerakan sosial di bidang lingkungan dan menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia dalam Youth Climate Leaders (YCL) 2019.  YCL adalah sebuah konferensi iklim untuk kaum muda yang diselenggarakan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di Amerika Serikat pada awal Oktober. 

Ecopreneurship sendiri sebenarnya bukan hal yang asing lagi di dunia juga di Indonesia bahkan di Banua tercinta ini.  Untuk di Indonesia, berawal dari Bank Sampah.  Sampah-sampah yang dikumpulkan kemudian diproduksi menjadi kompos atau juga didaur ulang yang kemudian diolah menjadi produk yang bermanfaat.  Contohnya seperti kemasan sachet yang diolah menjadi tas, dompet, topi dan lain-lain. Hal ini sudah dilaksanakan oleh sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan juga pada wilayah –wilayah tertentu .

Ecopreneurship


Demikian halnya dengan Erini Juwita Sari, sebagai seorang akademisi & aktivis lingkungan dan sebagai ambassador dari Indonesian Energy & Environmental Institute, dalam acara Bapandiran yang diselenggarakan oleh Narasi Perempuan, ia berpendapat terkait ecopreneurship ini cocok untuk para ibu di Banua.  Sebab, dengan bahan baku berupa sampah rumah tangga (biasanya kantong plastik & kemasan sachet) sebenarnya bisa diolah menjadi produk yang kemudian dijual untuk menambah penghasilan bagi rumah tangga dan kebersihan lingkungan pun menjadi terjaga.

Bisnis berwawasan lingkungan ini memang menarik, karena selain dapat menjadi industri rumahan  juga dianggap ramah terhadap lingkungan.  M.V Abicheula (2019) dalam makalahnya “Women Ecopreneurship for Poverty Alleviation,Economic Development and Environmental Protection” bahkan menyebutkan bahwa yang paling penting, pengembangan ecopreneurship perempuan adalah alat kunci untuk pengurangan kemiskinan; memacu pembangunan ekonomi dan menjunjung tinggi lingkungan.

Dalam sambutan tertulis pada acara “Workshop & Training Road to Digital by Product Research and Website bagi pelaku UMKM” , Gubernur Sahbirin bahkan mengatakan bahwa dari 58,9 juta pelaku UMKM di Indonesia, 60 persen adalah wanita. 

Menguatnya dorongan keterlibatan perempuan dalam aktivitas ekonomi seharusnya menjadi hal yang patut dianalisis.  Ada apa? Bila kita mempelajari Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing (1995) dalam 12 bidang yang dibahas, ada poin Perempuan dan Kemiskinan; Pendidikan dan Pelatihan bagi Perempuan; Perempuan dan Ekonomi.  Ecopreneurship pun bisa dimasukkan dalam poin Perempuan dan Lingkungan

Terjunnya perempuan dalam aktivitas ekonomi ini pun diperkuat dengan diberlakukannya MDG’s (2000) dan dilanjutkan dengan SDG’s yang targetnya diupayakan tercapai di tahun 2030.  Bisa kita simpulkan bahwa opini ‘perempuan dan kemiskinan’  kemudian ‘perempuan harus ikut terlibat dalam aktivitas ekonomi’ menjadi opini global. Ratifikasinya di Indonesia yaitu Inpres No.9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. 

Yang menjadi pertanyaan adalah, haruskah semua perempuan terjun beramai-ramai dalam dunia usaha (selain karier) agar disebut sebagai perempuan produktif yang mampu mengentaskan kemiskinan pada keluarga bahkan menginput pemasukan bagi daerah, negara bahkan dunia?

Bila Islam menjadi Solusi 


Berbicara dari sudut pandang Islam, kita bisa menemukan bahwa kewajiban untuk memenuhi nafkah dilakukan oleh kepala keluarga.  Perempuan dibolehkan beraktivitas ekonomi, mendapatkan upah dari kerjanya serta keuntungan dari usahanya .  Namun, yang perlu dicatat bahwa kewajiban bagi perempuan yaitu menjadi ummu wa rabbatul bayt yakni melahirkan, merawat  dan mendidik  generasi  penerus serta mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya.  

Islam memberdayakan perempuan tentu sesuai dengan fitrah ‘perempuan’ itu sendiri.  Terkait pada bidang ekonomi khususnya ecopreneurship, tentunya merupakan poin plus bila perempuan selain mampu menjaga kebersihan lingkungan dan memanfaatkan sampah agar menjadi produk yang berguna juga menghasilkan. 

Namun tetap ada rambu-rambu syariat yang harus diperhatikan yakni:

  • izin suami bila telah berumah tangga
  • mampu membagi waktu antara kesibukan berbisnis dengan urusan rumah tangga dan aktivitas- aktivitas laiinya yang masih menjadi tanggung jawabnya sebagai istri, ibu, anak perempuan pendek kata sebagai muslimah  
  • juga harus paham bagaimana bisnis yang diperbolehkan oleh syariat dimana modal bukanlah berbasis kredit ribawi dan tidak membisniskan sektor non-riil.

Pemberdayaan perempuan dalam konteks Kapitalisme tentu kontradiksi dengan Islam.  Hasil buaian kapitalisme membuat banyak perempuan yang terjebak dan akhirnya merasa bangga mampu membiayai hidupnya sendiri.  Selain itu himpitan kebutuhan ekonomi pun juga melatarbelakangi . Negara sendiri tidak mampu secara sistemik menjamin kesejahteraan rakyat secara invidu per individu. Justru kesetaraan gender di berbagai bidang termasuk bidang ekonomi dijadikan solusi.  Bukannya mencari solusi yang sistemik yakni dengan mengganti sistem Kapitalisme yang hingga kini masih saja diterapkan dengan sistem Islam. 


Mia Yunita
Mia Yunita Seorang emak | Lifestyle Blogger | Kontributor Opini | Love to eat, read, pray & jalan-jalan

Post a Comment for "Ecopreneurship Menjadi Alternatif Pemberdayaan Ekonomi bagi Perempuan"