Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khotbah Damai untuk Pilkada


Tensi pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia sempat meninggi gara-gara ‘Jangan mau dibohongi Al-Maidah 51’.  Saat itu memang timing­-nya beberapa bulan menjelang pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur DKI Jakarta sehingga sensitivitas politik sangat terasa. Apalagi bila sudah bersentuhan dengan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).  Di satu sisi, umat Islam yang memahami bahwa Islam tidak memisahkan antara politik dengan agama ikut menyuarakan bahwa sudah semestinya baik sistem pemerintahan maupun pemimpin yang dipilih berdasarkan aturan Islam.    

Pilkada tahun ini (2018) serentak dilaksanakan di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.  Badan Pengawas Pemilihan Umum pun merencanakan untuk mengawasi & menyusun kurikulum materi khotbah (khotbah Jumat bagi muslim dan khotbah lainnya dari non muslim) dengan menjalin kerja sama bersama para pemuka agama, baik dari Islam, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), & Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Sebagaimana diberitakan oleh Republika.co.id (11/2/2018) materi khotbah yang akan disusun berisi tentang wawasan pencegahan, sosialisasi, dan pengawasan terhadap praktik politik uang dan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam pilkada. Dilansir dari Tempo.Co (8/2/2018), Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan materi khotbah menjelang masa kampanye pilkada serentak 2018 harus diisi dengan sesuatu yang menentramkan.   


Rencana Bawaslu ini pun ditanggapi oleh para tokoh. "Menurut saya, pengaturan mengenai hal-hal sangat sensitif itu jangan sampai terlalu ditekniskan karena malah semakin memanaskan situasi. Bukan saja kepada pihak-pihak yang terkait yang mengatur itu," kata Taufik Kurniawan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Selasa, 13 Februari 2018 sebagaimana dilansir dari Tempo.Co.

Suara kontra pun diungkapkan oleh Ketua PBNU Robikin Emhas, menurut beliau rencana Bawaslu itu tidak perlu dilakukan mengingat telah berada di luar kapasitas Bawaslu (Tribunnews.co.id ; 8/2/2018).  Demikian halnya dengan ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Muhammad Natsir Zubaidi yang menyatakan Banwaslu tidak perlu ikut campur dalam ranah keagamaan (Republika.co.id; 11/2/2018).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi rencana Bawaslu ini.  "Sebaiknya, Bawaslu bekerja sama menyiapkan materi khotbah tentang pemilu itu dengan lembaga yang otoritatif keagamaan, (untuk Islam) seperti dengan MUI, ormas-ormas Islam, atau Kemenag. Ini supaya materinya lebih dipercaya dan tidak ada yang kontroversial sehingga efektif," jelas Yunahar Ilyas Ketua Umum MUI kepada Republika.co.id, Ahad (11/2).
          
Apakah rencana Bawaslu untuk mengawasi & menyusun materi khotbah menjelang pilkada adalah sebuah sikap yang menandakan kepanikan terhadap kritisnya umat Islam yang mulai memahami mengenai politik & kepemimpinan dalam Islam?  Bisa jadi.  Sebab muslim yang memahami urgensi kepemimpinan dalam Islam tentu tidak mau bila memiliki pemimpin non muslim.  Apalagi bila ia telah memahami politik Islam, tentu ia tidak akan mau hidup dan diatur dalam pemerintahan yang tidak Islami.  Para ulama yang memahami politik Islam dan ikut memperjuangkannya pun tentu tidak akan berdiam diri.  Mereka menjadikan dakwah sebagai corong penyampai kebenaran & menentang kezaliman. 

Dikutip dari Imam Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin juz 7 halaman 92: “Dulu tradisi para ulama mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT.  Mereka mengikhlaskan niat dan pernyataannya membekas di hati.  Namun, sekarang terdapat penguasa yang zalim namun para ulama hanya diam.  Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan.  Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama.  Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan.  Siapapun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar.”

Dakwah adalah aktivitas amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi kewajiban bagi muslim.  Meluruskan hal-hal yang tidak selaras dengan syariat Islam namun selama ini dianggap benar oleh publik adalah harga mati. Dakwah politik Islam pun tidak hanya sebatas kewajiban memilih pemimpin Muslim, melarang politik uang, menjaga perdamaian antar suku-suku & agama-agama selain Islam tetapi juga menyadarkan umat akan kebijakan-kebijakan penguasa yang memaksakan kehendaknya serta berbuat zalim kepada rakyat. Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim sudah semestinya mendapatkan edukasi politik Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an & As-Sunnah.

Akhirnya Bawaslu kemudian menegaskan tidak mengintervensi masalah khotbah ini.  Dari situs bawaslu.go.id (25/2/2018) Muhammad Afif, anggota Komisioner Bawaslu RI menyatakan hal ini.   "Hal ini untuk memberikan pencerdasan kepada masyarakat. Karena kami meyakini, ceramah menjadi sarana efektif untuk sosialisasi kepada masyarakat," jelas Afif dalam acara Rapat Kegiatan Koordinasi Pengawasan Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Bupati/Walikota Tahun 2018 dan Pemilihan Umum Tahun 2019 Bersama Stakeholder di Provinsi Gorontalo, Sabtu (24/2/2018).



Edukasi politik Islam adalah upaya agar wawasan berpikir politis umat Islam tidaklah sebatas mencoblos calon pemimpin namun juga memahami seluk-beluk bagaimana Islam mengatur masalah politik (fikih siyasi). Termasuk di dalamnya mengenai memilih pemimpin yang amanah & bagaimana tanggung jawab pemerintah melaksanakan ri’ayatusy syu’unil ummah (mengurusi urusan rakyat).  Selain itu agar rakyat tidak menjadi korban eksploitasi golongan tertentu yang memanfaatkan suara mayoritas untuk memenangkan tampuk kekuasaan. Kesempurnaan politik Islam sendiri akan mampu berjalan dalam sebuah pemerintahan yang berdasarkan Islam bukan berdasarkan pemerintahan yang berdaulat atas kekuasaan rakyat. 


Mia Yunita
Mia Yunita Seorang emak | Lifestyle Blogger | Kontributor Opini | Love to eat, read, pray & jalan-jalan

2 comments for "Khotbah Damai untuk Pilkada"

  1. Sulit memang kalau sudah membahas perkara ini ya mbak Mia. Semoga kita para muslim bersatu kembali dan negeri ini mendapatkan pemimpin yang amanah dan terbaik. Aamiin :)

    ReplyDelete