Mengasah Pion-Pion Belia
Sumber foto: liputanislam.com |
Dunia memiliki insan-insan muda belia yang menjadi bibit penerus
pembangun peradaban. ‘Salah asuhan’ akan
menjadi salah satu faktor penentu dalam gagalnya pion-pion belia ini terbentuk
menjadi sosok yang diharapkan. Sosok
yang mampu menjadi pembangun peradaban.
Sosok yang berupaya mengisi kehidupan dunia dengan berbagai aktivitas
positif dan bersinergi secara holistik. Sosok yang memiliki pemikiran bahwa apapun
yang ia lakukan memiliki keterkaitan erat dengan Sang Pencipta (ketakwaan
individu).
Afi Nihaya Faradisa
adalah salah satu pion belia.
Keaktifannya dalam menuliskan buah pemikirannya di media sosial menyedot
perhatian masyarakat. Adakah yang
istimewa dari tulisannya? Mungkin di
usianya yang belia ia mampu menuliskan pemikiran-pemikiran yang kritis menjadi
salah satu faktor ia dipandang sebagai remaja hebat. Walaupun baru-baru ini justru terkuak
ternyata ada dari tulisan-tulisan yang ia tulis khususnya yang berjudul “Agama
Warisan” adalah hasil mencontek tulisan orang lain. Akhirnya pion belia ini pun
menerima cap plagiator. Patah semangatkah
Afi? Ia pun akhirnya mengakui perbuatannya
dan memposting permintaan maaf pada akun instagram pribadinya dengan
judul “This is my apology”.
Siapapun dia yang
menjadi ‘pengasuh’ dalam mengasah pion-pion belia ini seharusnya bertanggung
jawab. Termasuk dalam ‘kasus Afi’. Pion-pion belia ini tentu tidak seharusnya
dibiarkan tumbuh mentah begitu saja tanpa bimbingan sang pengasuh. Terbentuknya pola pikir & sikap yang khas
dalam diri mereka tentu karena adanya bimbingan. Otodidak?
Setidaknya pasti ada teman diskusi ataupun panutan hingga mampu melejitkan
potensi dalam diri mereka.
Keluarga,
institusi pendidikan, masyarakat serta negara adalah faktor berikutnya yang
menjadi penanggung jawab terbentuknya sosok khas para pion belia ini. Kenapa?
Karena bila pion-pion belia ini menjadikan pemikiran-pemikiran yang
bertentangan dengan norma-norma yang integral dalam kehidupan maka
keluarga,institusi pendidikan, masyarakat & negara mampu menjadi pengendali agar tidak terlanjur
menjadi pion belia yang salah langkah.
Tinta sejarah Islam
menggoreskan berbagai kisah pion-pion belia yang tak salah asuhan. Wahyu-wahyu Illahi saat itu tak ada yang
menandingi untuk menjadi panduan hidup. Filsafat yang erat dalam pandangan
hidup berusaha diluruskan agar tidak mencemari pandangan hidup yang hakiki
berlandaskan firman Illahi.
Ayat-ayat konstitusi pun justru selaras dengan
wahyu Illahi, karena sumbernya berdasarkan dari wahyu Illahi itu sendiri yakni
Al-Qur’an dan Hadist. Sejak Rasulullah
resmi hijrah ke Madinah dan menerapkan Islam sebagai ideologi dalam keberagaman
rakyatnya mulai dari suku, agama, wilayah & bahasa hingga berlanjut kepada
Khulafaur Rasyidin & kekhilafahan selanjutnya secara jelas terlihat para
pion belia ditempa agar menjadi insan pejuang, pembentuk, pengisi dan penjaga peradaban.
Hadist berikut menegaskan betapa Islam menjaga betul agar para pion belia
terbentuk secara khas sesuai tuntunan wahyu Illahi.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat
nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: Umurnya untuk apa
dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan
dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu
yang telah ia ketahui (HR. At
Tirmidzi).”
Sebutlah sebuah
nama: Abdurrahman An Nashir (w. 961 M).
Sosok pemuda soleh ini mampu meredam berbagai pertikaian yang terjadi
bahkan membangkitkan sains di masa itu di Andalusia. Ia juga disebut sebagai
Sang Penyelamat Imperium Muslim Andalusia.
Jelas pemuda ini mampu menjadi pion tangguh. Ia menjabat sebagai khalifah ke 8 dari Bani
Umayyah pada usia 23 tahun. Universitas Cordoba dan perpustakaan terbesar
dengan ratusan ribu koleksi buku bahkan adalah hasil dari sekian banyak
keberhasilan yang diraih dan luar biasa bermanfaat bagi rakyat selama
Abdurrahman menjabat sebagai khalifah.
Tentunya sepak
terjang Abdurrahman tak lepas dari tempaan para guru-gurunya serta keluarga
ditambah dengan lingkungan yang kondusif dimana masyarakat & negara
berperan besar pada ranah tersebut. Mereka berpegang teguh dalam Islam sebagai
ideologi.
Akhir kata, jangan
biarkan pion-pion belia kita dalam ‘salah asuhan’. Cengkeraman kapitalisme sekuler dalam tiap
ranah kehidupan hingga detik ini adalah jebakan terbesar bagi para pion belia
kita.
Wallahu’alam bish shawab.
Post a Comment for "Mengasah Pion-Pion Belia"
Terima kasih untuk kunjungan & komentarnya ya. Jangan bosen mampir ke blog ini. Oya, jangan tuliskan link hidup pada komentar Anda.